Cari Blog Ini

Kamis, 11 Maret 2010

lap. ptk

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usman menjelaskan (2001:4) bahwa proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peritiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Model pembelajaran merupakan salah satu unsur yang ikut membangun jalinan interaksi dalam peristiwa belajar mengajar didalam kelas. Tidak hanya itu, metode pembelajaran juga faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi kreaktivitas siswa dan pencapaian hasil belajar. Oleh karena itu guru harus memiliki kompetensi mengajar, paling tidak memiliki pemahaman dan penerapan berbagai model belajar-mengajar serta hubungannya dengan materi ajar, disamping kemampuan profesional lainnya yang menunjang. Meskipun disadari bahwa dalam menentukan model pembelajaran yang dianggap paling tepat adalah sesuatu yang sulit, banyak model pembelajaran yang dapat digunakan, masing-masing punya keunggulan dan kelemahan, tergantung pada tujuan pembelajaran itu sendiri.
Majid (2007:136) menjelaskan bahwa metode apapun yang digunakan oleh pendidik/guru dalam menjalankan proses pembelajaran di kelas, yang perlu diperhatikan adalah hubungan yang menyeluruh terhadap prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar. Ada 5 prinsip yang harus diperhatikan dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. yaitu: berpusat kepada anak didik (student oriented), belajar dengan melakukan apa yang dipelajari (learning by doing), mengembangkan kemampuan sosial (learning to live together), mengembangkan keingintahuan dan imajinasi sehingga memancing rasa ingin tahu anak didik dengan cara berpikir kritis dan kreatif, serta mengembangkan kreaktivitas dan keterampilan dalam memecahkan masalah.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dituntut untuk kreatif dalam melaksanakan suatu metode pembelajaran tertentu agar seluruh siswa dapat belajar dengan aktif dalam mengembangkan segala kemampuannya baik kognitif, afektif, maupun psikomotor sehingga segala potensi yang dimiliki dapat dikembangkan secara optimal. Penggunaan variasi model pembelajaran yang tepat dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan dalam kelas dan juga dapat meningkatkan motivasi belajar, sehingga siswa mau bekerja keras dalam belajar. SMAN 1 Keliling Danau Kerinci adalah salah satu lembaga pendidikan tingkat menegah atas.
Permasalahan yang ditemui pada SMAN 1 Keliling Danau Kerinci adalah belum termotivasinya siswa/i untuk mengikuti pelayanan BK di kelas, terutama pada siswa kelas XD. Hal ini dibuktikan bahwa selama proses kegiatan layanan berlangsung, siswa belum mampu berinteraksi dengan materi layanan. Mereka ada yang masih membicarakan hal-hal yang tidak ada hubungan dengan materi yang sedang dibahas. Suasana kelas cenderung tidak kondusif. Selain itu, siswa merasa tidak nyaman berada di dalam kelas. Sehingga siswa berusaha mencari cara untuk dapat keluar kelas dengan beraneka ragam alasan. Hanya sebagian kecil siswa yang memiliki keseriusan untuk mengikuti kegiatan pelayanan BK di kelas itupun sebatas pada siswa tertentu saja. Selain itu, siswa tidak mau tahu dan sangat malas menjawab pertanyaan yang dilontarkan guru pembimbing. Padahal pertanyaan tersebut berhubungan erat dengat materi yang sedang diberikan.
Rendahnya kreatifitas siswa dalam mengikuti pelayanan BK di kelas disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun faktor yang berasal dari luar diri siswa tersebut. Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya kreativitas siswa karena rendahnya motivasi untuk mengikuti pelayanan BK. Selain itu siswa juga kesulitan dalam memahami materi layanan informasi pelayanan BK di kelas, karena metode pembelajaran yang belum tepat. Sehingga siswa malas dan tidak memiliki keseriusan dalam mengikuti pelayanan BK di kelas.
Iryasman (2006:10) menjelaskan bahwa salah satu metode pembelajaran yang sedang berkembang pesat adalah metode Cooperatif Learning. Pada dasarnya metode ini merupakan pengembangan dari metode diskusi konvensional. Saat ini metode ceramah dikemas dalam berbagai model yang intinya tetap bekerja sama antar siswa, tetapi modelnya dimodifikasi sedemikian rupa. Sehingga metode diskusi, melahirkan pembelajaran bermakna, mengasyikkan dan lebih menghidupkan susana pembelajaran.
Salah satu metode pembelajaran Cooperatif Learning ini adalah model Talking Stick (tongkat berjalan). Metode ini fleksibel dan mudah dalam menjalankannya., membutuhkan sarana dan prasarana yang sederhana.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dirasa perlu mengadakan penelitian berkenaan dengan pelaksanaan Model Talking Stick (tongkat berjalan) di SMAN 1 Keliling Danau Kerinci kelas XA dengan harapan dapat menumbuh kembangkan kreativitas siswa terhadap pelayanan BK di Kelas. Mengingat waktu, kemampuan serta terfokusnya pokok pembahasan maka penelitian ini cuma terbatas melihat keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru dalam sebuah judul penelitian dengan indikator seberapa banyak siswa yang aktif menunjuk tangan dalam rangka menjawab pertanyaan yang dilontarkan guru dengan sebuah judul penelitian “ Upaya Peningkatan Keaktifan Siswa Menunjukkan Tangan Untuk Menjawab Pertanyaan Pada Mata Pelayanan BK di kelas XA SMAN 1 Keliling Danau Kerinci Melalui Model Pembelajaran Talking Stick (Tongkat Berjalan)”.
B. Masalah dan Pemecahan Masalah
1. Masalah
Masalah yang dikemukakan disini adalah:
“Rendahnya keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan di kelas XA SMAN 1 Keliling Danau Kerinci Melalui Model Pembelajaran Talking Stick (Tongkat Berjalan)”.

2. Pemecahan Masalah
Melalui model pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalan), diharapkan dapat menumbuh kembangkan keaktifan siswa dalam menjawab Pertanyaan di kelas XA SMAN 1 Keliling Danau Kerinci.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah dengan menggunakan model pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalan), dapat menumbuh kembangkan keaktifan siswa dalam kelas menjawab Pertanyaan di kelas XA SMA N 1 Keliling Danau Kerinci.
D. .Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengungkapkan informasi tentang model pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalan) dalam rangka menumbuh kembangkan keaktifan siswa dalam menjawab Pertanyaan di kelas XD SMAN 1 Keliling Danau Kerinci.
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pelayanan BK di Kelas, sehingga nantinya bermanfaat bagi:
1. Guru, untuk dapat memperbaiki model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran terutama dalam pembelajaran Sejarah
2. Pimpinan, untuk dapat melakukan pembinaan terhadap guru dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran di sekolah.








BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Hakekat Pembelajaran
Arikunto (1993:19) menjelaskan bahwa secara sederhana belajar diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukannya dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya, baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Kegiatan belajar yang terjadi di sekolah merupakan upaya yang sudah dirancang berdasarkan teori-teori belajar sehingga diharapkan hasil belajar menjadi maksimal. Dengan demikian maka kegiatan belajar yang terjadi di sekolah merupakan realisasi dari dua upaya, yaitu: upaya diri manusia sebagai pemenuhan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan upaya sekolah, yang dalam hal ini meneruskan tujuan negara yang berfungsi sebagai pengarah bagi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan diperoleh oleh manusia belajar.
1. Seorang guru pembimbing yang baik dalam proses pemberian layann tentunya tidak terlepas dari peranannya sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator, dan konselor dalam kelasnya. Adanya kendala yang ditemui dalam pembelajaran, cara penyelesaiannya tentu tidak terlepas dari bagaimana guru pembimbing tersebut dapat meningkatkan peran dan kompetensinya, karena bagaimanapun proses pelayanan BK dan hasil pelayanan BK yang diproleh siswa sebaagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru pembimbing itu sendiri.
Guru pembimbing sebagai motivator guru hendaknya dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran Cohen (dalam Arikunto,1993:67) mengungkapkan bahwa penelitian tentang motivasi telah di mulai oleh MC Clelland (1961) yang dikenal sebagai studi pengukuran N’ Ach”. Merupakan sebuah istilah populer dalam bidang pendidikan singkatan dari ” need for achiefment ”, suatu bentuk kebutuhan (need) yang dimiliki seseorang untuk sesuatu pencapaian (achievement). Daya dalam diri seseorang yang mendorongnya melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan disebut dengan motif. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Jenis Motivasi ini terdiri dari:
1. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Tetapi atas kemauan sendiri.
2. Motivasi ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain, sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar
Ada beberapa cara membangkitkan motivasi intrinsik :
1. Kompetensi atau persaingan
2. Pace making ( Membuat tujuan sementara atau dekat )
3. Tujuan yang jelas
4. Kesempurnaan untuk sukses
5. Minat yang besar
6. Mengadakan penilaian atau tes
Sebagai pengajar guru hendaknya mampu mengembangkan kreativitas siswa. Dengan adanya kreaktivitas siswa ini serta kemampuan guru yang profesional dalam pembelajaran, akan menyebabkan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi aktif. Aktivitas murid sangat diperlukan dalam kegiatan pelayanan BK, sehingga muridlah yang seharusnya banyak aktif, sebab murid sebagai subjek didik, dialah yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar, aktivitas pelayanan yang dimaksud disini adalah aktivitas jasmani maupun mental.

2. Pembelajaran Aktif
Zaini dkk (2004: xvi) menjelaskan bahwa pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak anak didik untuk belajar aktif. Ketika anak didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini anak didik secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi ajar, memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.
Melalui belajar aktif, maka akan mengarahkan anak didik untuk senantiasa memiliki kreatifitas yang tinggi. Secara umum kreatifitas merupakan suatu aspek psikologi yang menjadi sangat terkenal sebagai objek penelitian di Inggris pada tahun 1970-an. Beberapa istilah mempunyai arti yang hampir sama adalah imajinasi, keaslian, berpikir divergen, instuisi, eksplorasi, dan keunggulan Guilford (dalam Arikunto 1993;78) melalui teori Trait mengemukakn cici-ciri anak kreatif terlihat antara lain dari:
1. Sensitif tidaknya anak dalam melihat sesuatu masalah.
2. Orisinil tidaknya ide atau pikiran yang dikemukakan.
3. Langar atau tidaknya anak dalam mengemukakan idenya.
4. Fleksibel tidaknya anak dalam berfikir.
5. Mampu tidaknya anak mengutarakan kembali pengetahuan yang dimiliki.
Ogilvie (dalam Arikunto 1993: 78) dari hasil penelitiannya menunjukkan tiga hal yang penting yang berkenaan dengan kreativitas dalam pengajaran yaitu:
1. Kreatifitas anak ada hubungannya dengan pengaturan kelas.
2. Bagaimanapun dikehendaki originalitasnya namun kreatifitas anak banyak tergantung dari pengalamannya.
3. Kreatifitas anak sangat tergantung dari susunan kurikulum (model pembelajaran) yang diperuntukkan bagi pembentukan kreativitas mereka.
Berdasarkan uraian d iatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif ditandai dengan tingginya kreaktivitas siswa dalam kegitan belajar yang sedang berlangsung. Dengan tingginya kreaktivitas siswa dalam kegitan belajar, maka pembelajaran yang sedang berlangsung sudah dapat dikatakan sebagai pembelajaran aktif yang nantinya akan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.
3. Strategi Model Pembelajaran Tongkat Berjalan
Adanya peranan guru pada pembelajaran tongkat berjalan terlihat dalam mengatur permainan berupa tanya jawab antar guru dan siswa, antar siswa dengan siswa menuntut guru harus menguasai teknik bertanya. Hal ini karena dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting, sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat pula akan memberikan dampak positif terhadap siswa. Usman (2001: 74) menjelaskan bahwa dampak positif adanya pertanyaan terhadap siswa yaitu:
1. Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi atau dibicarakan.
3. Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya.
4. Menuntun proses berpikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik.
5. Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.
Selain itu keterampilan dan kelancaran bertanya guru perlu dilatih dan ditingkatkan, baik isi pertanyaan maupun teknik bertanya. Selanjutnya guru juga harus menguasai dasar-dasar pertanyaan yang baik. Usman (2001: 74) mengutarakan bahwa dasar-dasar pertanyaan yang baik adalah sebagai berikut:
1. Jelas dan mudah dimengerti oleh siswa
2. Berikan informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan
3. Difokuskan kepada suatu masalah atau tugas tertentu
4. Berikan waktu yang cukup kepada anak untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan.
5. Bagi kan semua pertanyaan kepada seluruh murid secara merata.
6. Berikan respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian siswa untuk menjawab atau bertanya.
7. Tuntun lah jawaban siswa sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban yang benar.
Usman (2001:76) menambahkan bahwa dalam bertanya hendaklah memperhatikan beberapa hal yaitu:
1. Kehangatan dan keantusiasan
2. Kebiasaan yang perlu dihindari
a. Jangan mengulang pertanyaan, bila siswa tidak mampu menjawabnya. Hal ini dapat menurunkan partisipasi siswa.
b. Jangan mengulang-ulang jawaban siswa. Hal ini akan membuang waktu, siswa tidak memperhatikan jawaban temannya karena menunggu komentar dari guru.
c. Jangan menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan, sebelum siswa memperoleh kesempatan untuk menjawabnya. Hal ini membuat siswa frustrasi dan mungkin ia tidak akan mengikuti pelajaran.
d. Usahakan agar siswa tidak menjawab pertanyaan secara serempak, karena guru tidak dapat mengetahui dengan pasti siapa yang menjawab benar dan siapa yang salah serta menutup kemungkinan berinteraksi selanjutnya.
e. Menentukan siapa yang menjawab sebelum mengajukan pertanyaan akan menyebabkan siswa yang tidak ditunjuk lebih dahulu kepada seluruh siswa baru kemudian guru menunjuk salah seorang untuk menjawabnya.
f. Pertanyaan ganda, Guru kadang-kadang mengajukan pertanyaan yang sifatnya ganda, menghendaki beberapa jawaban atau kegiatan yang harus dilakukan siswa.
Untuk memancing keaktifan siswa, maka diberlakukan semacam reward berupa hukuman dan hadiah. Sebenarnya hukuman memang seperti ” Pil Pahit”, tidak enak dimakan, tapi mengandung manfaat. Hukuman sebagai ”alat yang terakhir”, digunakan karena tidak ada lagi upaya lain untuk mengatasi masalah, terutama agar siswa bisa berinteraksi dengan kegiatan pembelajaran. Jadi dalam hal ini hukuman diharapkan dapat berfungsi menekan, menghambat atau mengurangi bahkan menghilangkan (kalau dapat) perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Sebaliknya bagi mereka yang bisa menjawab dengan benar dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya diberikan hadiah berupa tepuk tangan.
Menurut Emer dan kawan-kawan (dalam Arikunto 1993: 160) ada bermacam-macam hadiah mulai dari yang berbentuk simbul, pengakuan, kegiatan sampai yang berwujud benda. Dengan adanya trik hukuman dan hadiah berupa pujian seperti ini terlihat untuk kegiatan selanjutnya mereka yang belum lagi berinteraksi dalam pembelajaran mulai serius dan yang mendapat penghargaan lebih semangat. Jadi dalam hal ini ternyata hadiah berupa pengakuan/pujian penghargaan ataupun hukuman dapat memancing minat siswa untuk aktif dalam belajar.
Sehubungan dengan perobahan prilaku di atas sesuai kiranya dengan teori Hukuman menurut Good dan Brophy (dalam Arikunto 1993: 168),antara lain:
1. Teori penjeraan, teori ini mengatakan bahwa jika subjek didik mendapat hukuman tidak akan mengulangi perbuatan yang menyebabkan timbulnya hukuman semula.
2. Teori sistim Motivasi, teori ini mengatakan bahwa jika individu mendapat hukuman, maka akan terjadi perobahan dalam sistim motivasi dalam diri individu. Perubahan yang terjadi dalam sistim motivasi tersebut mengakibatkan penurunan pada individu untuk mengurangi atau menurunkan frekwensi prilaku atau tindakan yang berhubungan dengan timbulnya hukuman tersebut.
Iryasman (2006:12) menjelaskan bahwa langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan model pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalam) adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan indikator.
2. Guru memberikan tugas membaca sumber secara individu.
3. Guru memberikan tongkat kepada siswa secara acak.
4. Siswa yang menerima tongkat diberi pertanyaan.
5. Guru menambahkan pemahaman materi.
6. Guru bersama siswa menyimpulkan materi.
B. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang dikemukakan pada penelitian ini adalah ”Dengan menggunakan model pembelajaran Talking Stick (Tongkat Berjalan) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan di kelas XD SMAN 1 Keliling Danau Kerinci.






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999:6) mendefinisaikan bahwa secara singkat PTK sebagai suatu kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk memantapkan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi dimana preaktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, PTK dilaksanakan berupa proses pengkajian berdaur (cyclical) yang terdiri dari empat tahap:
1. Merencanakan
2. Melakukan Tindakan
3. Mengamati
4. Merefleksi
Setelah dilakukan refleksi atau perenungan yang mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan terhadap proses serta hasil tindakan tadi biasanya muncul permasalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian, sehingga pada gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang dan pengamatan ulang serta diikuti pula dengan refleksi ulang. Demikianlah tahap-tahap kegiatan ini terus berulang sampai sesuatu permasalahan dianggap teratasi sehingga nanti proses pembelajaran menjadi lebih baik dan bermakna.
B. Rancangan Penelitian
1. Setting
Penelitian ini dilakukan di kelas XD SMAN 1 Keliling Danau Kerinci. Dimulai pada awal bulan Februari sampai awal bulan Juni 2009.
2. Prosedur
Proses yang dilakukan dalam penelitian ini menempuh beberapa tahapan. Peneliti mengambil kelas XD sebagai objek penelitian, karena kelas ini merupakan kelas yang paling rawan dibanding kelas lainnya, ditinjau dari segi pengelolaan kelas. Tahapan berikutnya adalah mengurus izin dari sekolah, membuat Instrumen observasi dan pengolahan data.
3. Pelaksanaan Tindakan Penelitian
Dalam proses penelitian tindakan kelas ini yang diamati adalah perubahan yang terjadi pada proses pembelajaran setelah guru menggunakan model pembelajaran Talking Stick. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan atas beberapa siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Setelah pelaksanaan dilakukan dan diamati, maka dilihat perubahan yang terjadi pada proses pembelajaran, antara lain sejauh mana kesiapan siswa untuk konsenterasi dalam belajar dan sejauh mana siswa mampu untuk mengkomunikasikan kembali hasil perolehannya selama mengikuti pelajaran. Kalau perubahan yang diharapkan sudah nampak dan memenuhi kriteria yang ditentukan maka ditetapkan apakah penelitian ini sudah memenuhu sarat untuk dihentikan.
Pelaksanaan Siklus I
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian pada siklus I ini dimulai dengan melakukan pertemuan dengan guru pamong yang berlangsung diruang wakil kepala sekolah. Pada pertemuan saat tersebut dilakukan pembahasan tentang;
1. Menetapkan Jadwal
2. Mengkaji Silabus dan Buku Paket
3. Menyusun Rencana Pembelajaran
4. Menyusun Lembaran Observasi dan Pengamatan
5. Menyusun Angket
6. Diskusi Hasil Pengamatan
b. Pelaksanaan Tindakan Kelas
Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus I ini dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut:
1. Membuka pelajaran (apersepsi dan motivasi)
2. Menjelaskan model pembelajaran yang akan dilaksanakan (Langkah langkah Talking Stick)
3. Menjelaskan indikator yang harus dicapai selama pembelajaran
4. Menjelaskan kriteria penilaian dan skor perolehan
5. Menjelaskan peraturan dan tata tertib selama pembelajaran, antara lain;
a. Siswa yang yang sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan diberi hukuman yaitu disuruh berdiri didepan, baca lagi buku, sampai mereka benar menguasai jawaban.
b. Siswa yang berhasil menjawab pertanyaan diberi hadiah berupa penghargaan/ tepuk tangan dan tambahan point.
6. Menutup pembelajaran (guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran, memberikan penguatan).
c. Observasi / Pengamatan
Dalam melakukan observasi pada saat pembelajaran, Penulis dibantu oleh teman mahasiswa PL dan diawasi oleh guru pamong. Caranya yaitu dengan menghitung berapa orang yang telah mau menunjuk tangan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.
d. Refleksi
Setelah evaluasi dilakukan pada siklus I maka dilakukan penilaian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Penilaian dilihat dan didasarkan terbatas pada tingkat keseriusan siswa dalam pembelajaran dengan jalan melihat keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan yang dilontarkan sehubungan dengan materi yang diajarkan.
Pelaksanaan Siklus II
Pelaksanaan tindakan pada silkus II polanya sama dengan silkus I. Siklus II dilaksanakan jika pelaksanaan siklus I belum sempurna. Siklus II Setelah dilakukan untuk melaksanakan perbaikan dam penyempurnaan dalam cara pelaksanaan model pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalan) dan penentuan strategi sesuai dengan hasil evaluasi sebelumnya.
C. Teknik dan alat pengumpul data
1. Teknik pengumpul data
a. Pengamatan/observasi
b. Wawancara
2. Alat Pengumpul Data
a. Lembaran observasi
b. Pedomam wawancara
D. Analisi Data
Hasil pengamatan aktivitas siswa selama PBM dianalisi dengan menggunkan analisi persentase, yaitu data pada lembar observasi dihitung dan dipersentasekan sebagai berikut:
Pesentase Aktif menjawab pertanyaan = Jumlah siswa aktif yang menunjuk tangan x 100%
Jumlah siswa seluruhnya

Standar penilaian yang digunakan untuk memberikan kesimpulan tersebut berupa % menurut Arikunto (1989) dalam Butar (2003:20):
80% < Aktivitas < 100% = Sangat tinggi
61% < Aktivitas < 79% = Tinggi
41% < Aktivitas < 60% = Sedang
21% < Aktivitas < 40% = Rendah
0% < Aktivitas < 20% = Sangat rendah

Dalam perubahan rata-rata % aktivitas belajar dapat ditentukan dengan rumus:
% perubahan = % AII - % AI
Keterangan:
% AI = % Aktivitas siklus I
% AII = % Aktivitas siklus II

Untuk menentukan rata-rata aktivitas belajar yang terjadi pada dua kali pertemuan rumus yang digunakan:
Rata-rata aktivitas = TI + T2
2
Keterangan:
T1 = Aktivitas pada pertemuan 1
T2 = Aktivitas pada pertemuan 2

E. Kriteria keberhasilan
Setelah data didapat kemudian diolah, kemudian ditentukanlah keberhasilan pembelajaran dengan kriteria sebagai berikut:
1. Adanya perubahan proses pembelajaran kearah yang lebih baik.
2. Munculnya keaktifan siswa dalam menanggapi pertanyaan dan peningkatan kualitas jawaban.
3. < 61 % siswa aktif dalam menjawab pertanyaan Mata Pelajaran IPS Terpadu di lontarkan guru.





















BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Metode pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalan) berhasil meningkatkan keaktifan siswa lokal XD dalam menjawab pertanyaan yang diberikan mengenai materi yang diajarkan..
2. Pemeraatan kesempatan mendapatkan giliran untuk menjawab pertanyaan dengan metode pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalan) susah untuk diterapkan. Karena banyak sedikitnya pertanyaan yang bisa dibuat tergantung kepada materi layanan. Sehingga siswa tetap beranggapan distribusi
B. Saran
Guru disarankan untuk menggunakan metode pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalan) dalam rangka meningkatkan keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan yang pada akhirnya akan menghasilkan minat belajar siswa yang tinggi. Kunci keberhasilan dalam metode pembelajaran Talking Stick (tongkat berjalan) adalah kemampuan dalam membaca dan memahami materi secara cepat. Jika siswa telah mampu untuk membaca cepat, maka metode ini semakin menyenangkan untuk digunakan.











DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: PT Rineka Cipta
Butar, Vulmar Butar. 2003. ”Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika dengan Memberikan Latihan Terbimbing Pada Siswa Kelas III B SLTPN 7 Bukittinggi” Tugas Akhir. Padang : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang
Iryasman. 2006. Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Dan Model-Model Pembelajaran. Padang: LPMP Provimsi Sumatera Barat (Instruktur)
Kaswir. 2007. Membuat Susana Belajar Menyenangkan Dengan Menggunkan Strategi Reinforcement Pada Mata Pelajaran IPS di SMP N 2 Sintuk Toboh Gadang, Kabupaten Padang Pariaman. Skripsi. Jurusan Geografi. FIS-UNP
Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1999. Penelitian Tindakan Kelas, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah.
Usman, Moh Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Zaini Hisyam, dkk. 2004. Strategi Pembelajarn Aktif. Yogjakarta: CTSD

LAPORAN

PENELITIAN TINDAKAN KELAS














Oleh:
surya





JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2009

laporan ptk

LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
:”Meningkatkan Konsentrasi Siswa melalui Layanan Penempatan dan Penyaluran (penempatan tempat duduk)”.
Diajukan Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah PPL Kependidikan











Oleh :
Surya Hadi Putra
63818/2005




JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2009







Siklus Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus yang terdiri dari siklus pertama dan kedua tindakan dan siklus ketiga diskusi wawancara (memanggil siswa).
1. Pra Penelitian
Masalah utama yang ditemukan di kelas XI IPS I adalah rendahnya tingkat konsentrasi belajar siswa dalam proses pembelajaran. Siswa yang berjumlah 38 orang tidak konsentrasi dalam belajar, menurut pengamatan penulis kurangnya konsentrasi siswa ini karena siswa terpengaruh oleh teman sebangku yang kurang serius belajar dan karena kurang tepatnya posisi tempat duduk siswa. Untuk meningkatkan konsentrasi belajar siswa, penulis akan melakukan penukaran tempat duduk siswa. Pemindahan tempat duduk ini akan diobservasi selama 1 minggu lalu akan dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
2. Siklus Pertama
a) Perencanaan
• Penelitian dilaksanakan pada saat pertemuan dalam kelas.
• Siaswa di observasi awal pada tempat duduk sebelum ia di pindahkan
• Semua siswa akan dipindahkan tempat duduknya secara acak karena terlihat belum tepatnya tempat duduk yang mereka tempati dan kurang sesuainya teman sebangku.
• Setelah dipindahkan siswa akan diobservasi.
• Pelaksanaan observasi bekerjasama dengan guru mata pelajaran.
b) Tindakan
Tindakan (action) yang dilakukan sewaktu masuk kelas, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
• Memindahkan siswa yang duduk dibagian barisan ke empat ke barisan pertama.
• Memindahkan siswa yang duduk dibagian barisan kedua ke barisan ketiga.
• Siswa ditukar pasangan tempat duduknya secara acak.
c) Pengamatan (observasi)
Pengamatan (observasi) dilakukan langsung oleh guru pembimbing selama 4 kali pertemuan tatap muka selama layanan informasi. Hal yang diamati adalah tingkat konsentrasi siswa setelah dipindahkan tempat duduknya.
d) Refleksi
Pada siklus pertama belum terlihat perubahan yang signifikan atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Siswa yang telah ditempatkan pada tempat duduk yang tepat baru beberapa orang saja (kurang lebih 10-15 orang)dan terlihat mereka dapat konsentrasi dalam belajar.




3. Siklus Kedua
a) Perencanaan
• Siswa akan dipindahkan lagi tempat duduknya, tapi pada siklus kedua ini dilakukan secara acak (tidak perbarisan). Dijelaskan pada perencanaan karena tindak lanjut dari siklus pertama telah direncanakan sebalum masuk kelas.
• Setelah dipindahkan, maka akan dilakukan observasi kembali. Observasi yang dilakukan adalah melihat bagaimana peningkatan konsentrasi siswa setelah dipindahkan kembali.
• Pelaksanaan observasi bekerja sama dengan guru mata pelajaran.
b) Tindakan
Tindakan (action) yang dilakukan sewaktu masuk kelas, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
• Memindahkan atau menukar kembali tempat duduk siswa secara acak.
• Dari hasil observasi pertama siswa yang telah berubah dipindahkan kembali tempat duduknya dengan pasangan sebangku yang berbeda.
c) Pengamatan (observasi)
Pengamatan (observasi) dilakukan langsung oleh guru pembimbing selama 4 hari dan 2 hari dalam dibantu oleh guru mata pelajaran. Hal yang diamati adalah tingkat konsentrasi siswa yang telah dipindahkan kembali tempat duduknya dengan pasangan yang berbeda.

d) Refleksi
Pada siklus kedua ini terlihat adanya peningkatan yang lebih baik dari pada siklus pertama. Siswa sepertinya mulai menyadari bahwa dalam belajar perlu konsentrasi yang tinggi agar mendapatkan hasil belajar yang baik. Pada siklus ketiga akan dilakukan diskusi dan wawancara dengan siswa. Setelah dilakukan diskusi dan wawancara siswa, maka akan dilakukan kembali pemindahan tempat duduk. Namun pelaksanaanya dilakukan dengan bantuan wali kelas dan guru mata pelajaran.
4. Siklus Ketiga
a) Perencanaan
Pada siklus ketiga ini, yang dilakukan tidak lagi langsung memindahkan tempat duduk siswa. Siswa akan dipanggil secara berkelompok(8-10 orang) lalu dilakukan wawancara dan diskusi. Setelah itu akan dilakukan pemindahan kembali.
b) Tindakan
Tindakan (action) dilakukan di luar jam pelajaran. Pada siklus ketiga ini siswa yang dapat dipanggil sebanyak 15, dengan langkah-langkah sebagai berikut:



• Siswa dipanggil berkelompok (5 orang) secara bergantian.
• Kelompok pertama berjumlah 5 orang, siswa diajak diskusi dan diwawancara tentang hasil pemindahan yang telah dilakukan pada siklus pertama dan kedua untuk melihat tingkat konsentrasi mereka dalam belajar di dalam kelas.
• Kelompok kedua berjumlah 5 orang, siswa diajak diskusi dan diwawancara tentang hasil pemindahan yang telah dilakukan pada siklus pertama dan kedua untuk melihat tingkat konsentrasi mereka dalam belajar di dalam kelas.
• Kelompok ketiga berjumlah 5 orang, siswa diajak diskusi dan diwawancara tentang hasil pemindahan yang telah dilakukan pada siklus pertama dan kedua untuk melihat tingkat konsentrasi mereka dalam belajar di dalam kelas.
c) Pengamatan (observasi)
Pengamatan pada siklus ketiga ini langsung diamati oleh guru pembimbing, karena guru pembimbing langsung melakukan wawancara dan berdiskusi dengan siswa secara berkelompok(hasilnya akan dijelaskan pada refleksi).
d) Refleksi
Berdasarkan wawancara dan diskusi dengan siswa, maka pada siklus ini terungkap bahwa terdapat peningkatan yang lebih baik lagi dari pada siklus pertama dan kedua. Siswa mengungkapkan selain telah ditempatkan pada tempat duduk yang tepat dan teman sebangku yang sesuai dengan mereka, yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi mereka adalah kesadaran yang tumbuh dari dalam diri mereka. Siswa mengatakan mereka menyadari bahwa dapat berkonsentrasi dalam belajar membuat hasil belajar mereka menjadi meningkat dan hal tersebut membuat mereka termotivasi untuk dapat konsentrasi dalam belajar.

















HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini merupakan informasi tentang data yang telah dikumpulkan selama berlangsungnya penelitian. Berdasarkan hasil observasi maka bab ini akan membahas tentang deskripsi data, analisis data dan pembahasan.
A. Deskripsi data
Data penelitian ini berupa tingkat konsentrasi siswa dalam belajar yang dilaksanakan dalam tiga siklus yang terdiri dari siklus pertama, kedua dan ketiga, maka penulis mendapatkan data tentang berapa banyak siswa yang mulai meningkat konsentrasi belajarnya.
Tabel I
No Siklus yang dilewati Jumlah siswa yang meningkat konsentrasinya
1. Siklus Pertama 8 orang siswa
2. Siklus Kedua 10 orang siswa
3. Siklus Ketiga 20 orang siswa

Setelah melewati tiga siklus yaitu dengan tindakan pemindahan tempat duduk, diskusi dan wawancara maka melalui layanan penempatan dan penyaluran dapat meningkatkan konsentrasi siswa dalam belajar. Bila dibandingkan dari refleksi awal ke siklus pertama, kedua dan siklus ketiga terdapat peningkatan konsentrasi siswa dalam belajar yaitu:
o Konsentrasi belajar pada refleksi awal belum ada, terlihat bahwa siswa tidak memperhatikan guru dengan serius dan adanya gangguan dari teman sebangku, seperti diajak mengobrol.
o Setelah melewati siklus pertama, konsentrasi belajar siswa meningkat 20% (8 dari 40 orang siswa).
o Setelah melewati siklus kedua, konsentrasi belajar siswa lebih baik lagi meningkat 25 % (10 dari 40 orang siswa).
o Pada saat siklus terakhir terjadi peningkatan yang sangat tinggi, siswa yang diwawancara dan yang ikut diskusi berhasil meningkatkan konsentrasi belajarnya. Peningkatannya mencapai 50% (20 dari 40 orang siswa).
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, terlihat adanya perubahan yang terjadi pada siswa kelas XI IPS I SMA N 9 Padang. Kurangnya konsentrasi siswa dalam pembelajaran diakibatkan karena tidak sesuainya tempat duduk dan teman sebangku siswa dalam kelas. Oleh karena itu penulis melakukan tindakan kelas melalui layanan penempatan dan penyaluran yaitu penempatan siswa pada tempat duduk didalam kelas.
Pada refleksi awal terlihat bahwa siswa kelas XI IPS I mengalami penurunan konsentrasi dalam pembelajaran yang mana disebabkan karena pengaruh tempat duduk dan teman sebangku yang tidak sesuai, maka dilaksanakanlah tindakan kelas melalui tiga siklus. Siklus pertama dilaksanakan dengan memindahkan siswa berdasarkan barisan tempat duduk(barisan 1 ke barisan 4, barisan 2 ke barisan 3 dan sebaliknya) lalu siswa diobservasi selama 1minggu, dari hasil observasi belum terlihat peningkatan yang diharapkan. Perubahan yang terjadi hanya 20% dari 40 orang siswa.
Pada minggu berikutnya dilaksanakan siklus kedua, dimana siswa yang telah mengalami perubahan dan yang belum mengalami perubahan dipindahkan lagi secara acak, setelah siklus kedua terlaksana maka siswa kembali diobservasi selama 1 minggu. Hasil observasi pada siklus ini mengalami peningkatan yaitu 25% dari 40 orang siswa, dimana terlihat siswa lebih konsentrasi dalam belajar setelah dilakukan penempatan lagi dan terlihat adanya kecocokan dengan teman sebangku.
Untuk siklus ketiga dilakukan wawancara dan diskusi bersama siswa, siswa dipanggil secara berkelompok. Kelompok pertama berjumlah 5 orang, kelompok kedua berjumlah 5 orang dan kelompok ketiga berjumlah 5 orang. Dari wawancara secara umum siswa yang datang mengungkapkan bahwa konsentrasi belajar mereka semakin meningkat karena merasa cocok dengan teman sebangku dan duduk ditempat yang tepat. Hasil diskusi bersama siswa pun terungkap bahwa mereka merasa nyaman dengan tempat duduk yang mereka tempati dan mereka mengharapkan penempatan tempat duduk secara bergantian ini dapat dilakukan secara berkesinambungan. Maka jelaslah pada siklus ketiga ini terlihat peningkatan yang lebih baik yaitu 50% dari 40 orang siswa. Namun bukan berarti 50% lagi siswa tersebut tidak mengalami perubahan, hanya saja perubahan mereka agak lambat atau belum maksimal dan sebagian siswa lagi memang siswa yang memmpunyai motivasi belajar yang kuat .
Jadi berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka terungkap bahwa melalui layanan penempatan dan penyaluran dapat meningkatkan konsentrasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.